Tuan, ini dari puan

--------
Untuk hari jadi hujan dimana tuhan tidak izinkan kita menjadi sebuah persamaan.

1 tahun lalu,
Kamu menyatakan perasaanmu dan sejak itu, aku dengan teguh menjauhimu.

Hari ini,
Aku ingin berubah dan mencoba menerima agar bisa berdamai denganmu.
Kamu.
Sahabatku.

"Apa kabar? Sudah puas mencintaiku?" Tanyaku nakal.

Yaaa... manusia harus puas, mereka gampang lupa ketika merasakan puas. Lupa diri. Lupa kalau pernah jatuh hati.

"Belum. Aku masih butuh satu tahun lagi untuk bisa melupakanmu"

Ku kira kamu sangat cerdas dalam hal matematika
Namun bagiku 1 tahunmu adalah kesimpulan htiungan perasaan paling buruk yang pernah kamu sederhanakan.

"Cukup ta? Kalau ngga?"

"Tambah 1 tahun lagi. Lagi. Lagi. Lagi. Dan lagi"

Lagi - lagi ini salahmu, memakai variabel tidak tetap dan menjadikanya konstan. secara tidak tetap.

"Kamu itu. Jatuh cinta apa nyelesein skripsi?"

"Nyelesein urusan hati"

gitu aja pake lama? Urusan hati itu padahal prosedurnya gampang. Cuma butuh Berkas foto yang harus di hapus, dan barang pemberian untuk dibuang.

Terus yang paling penting dokumen pengajuan penghapusan ingatan.

Semuanya nanti diserahkan ke kepala, nanti diturunkan ke hati. Untuk diserahkan kembali ke kepala, agar setiap kamu melihatku.

Pandanganmu tidak jatuh ke hati, yang menyebabkan aku kembali ke kepala.

Ah ribet.

"Ya gitu saja terus sampe...."

"Sampe kamu jadi milik ku?"

Hahaha. Ngeyelmu masih ya? Apa semua laki - laki sanguinis sekeras kepala ini dalam hal perasaan? Jadi milikmu katamu?
Untuk kedepan mungkin bisa aku pertimbangkan lagi, tapi untuk saat ini...

"Ngga akan! Once friend is friend"

"Tapi gimana kalo aku gabisa jadi temen kamu lagi?"

Aku sudah baik - baik mau mendekat tapi apa ini kamu yang mau menjauh?

"Kenapa lagi?" Tanyaku jengkel

"Aku sayang kamu. Gabisa dong aku temenan tanpa bawa perasaan"

Se salah itu? Apa aku harus minta tuhan untuk ganti aku dengan orang lain agar kita bisa bersahabat lagi?

"Bisa kok. Buktinya aku bisa temenan sama kamu!" jawabku tegas

"Karena kamu tidak cinta"

"Ah,... kamu saja yang terlalu perasa"

dan,
kamu belum terasa.

Aku juga tidak yakin apakah kamu sadar. Apabila selama ini, semua pernah dan sempatku selalu buat kamu. Tiap kamu ingin mengeluh soal mantanmu yang keburu laku, atau hanya ingin sekedar bertemu berdua untuk ditemani makan siang dekat rumahmu. Aku akan ada buat kamu.
Sayangnya, di seluruh waktu dan selama-mu. Aku hanya ingin jadi temanmu.

"Yasudah terserah kamu, terus ini kamu mau ngapain ke bogor?"
Tanyaku untuk mengalihkan suasana aneh ini.

"S2"

"Disana? Jauh"

"Bagus dong biar kamu bisa cari teman lain dengan leluasa. Siapa tau ini saatnya aku yang menjauh dari kamu" jawabmu

"Hei, Behel! Mau kamu di bogor atau di surabaya, pada akhirnya kamu tetap temanku. Udah gakada jauh - jauhan. Ya? Genjatan senjata!"

Akhiri perang!
Aku tidak pernah menyesal pernah bertemu denganmu.
Toh, yang kemarin juga sempat bahagia dan aku berhasil membuatmu senang.

Aku tidak pernah menyesal mendengar keluh resah tentang harimu.
Toh, aku juga nyaman, dan kamu selalu bisa membuatku riang.

Aku ini temanmu, bukan hakim. Kamu bisa cerita apa saja yang kamu takutkan tanpa takut aku yang adili karena sedang punya pikiran.

Sebelum benar - benar berpisah.
Aku akan merindukan senyum menjengkelkanmu yang tiada dua,
Setidaknya hingga semarang kota menjanjikan kita untuk kembali berjumpa.

"15 november aku ada kosong seminggu, tapi aku gamau pulang"
katamu seolah memberi pertanda kalo kita harus bertemu kembali tapi kamu sudah tidak sudi.

Andai kamu tau bahwasanya,
Aku tidak mau berpisah
Tapi aku dan kamu adalah perpisahan.
Yang sudah jelas di depan mata.

"Kenapa?" Tanyaku lesu.
2 jam capek perjalananku ke stasiun demi menemuimu. Rasanya sia - sia.
Kamu tidak mau diajak berdamai padahal aku sudah tidak mau lagi kita bercerai, hanya kamu teman cerita yang aku percayai.

"Karena jauh. Selebihnya karena kamu masih di situ" katamu sambil agak memberatkan suara

Sungguh.
Aku tidak mau kita berpisah.
Tapi sadar aku dan kamu adalah perpisahan.
Lengkap dengan penolakan, dan juga penderitaan.
Ditambah luka, karena tetap memaksa bersama.

"Terus gimana?" Tanyaku sambil menahan isak tangis.

Aku tidak mau berpisah denganmu
Tapi aku dan kamu tetap sebuah perpisahan, karena kita adalah sepasang kesalahan.
Mencoba saling bersama, hingga lupa siapa yang punya kuasa.


....

....

....


"Ya terus ke jakarta dong! Kita harus invasi wilayah barat!" Katamu sambil melambaikan tanganmu menunjuk ke arah timur lalu senyum - senyum memamerkan behel bodohmu

Ah bodoh. Dungu. Kamu bodoh. Ngomong barat tapi tanganmu ke timur.
Air mataku batal jatuh tau. Bodoh.

Jangan senyum! Tolong!
Ah sial. Ini senyum bodoh pertamamu yang ku liat hari ini setelah sekian lama berpisah.
Senyumku jadi ikut kamu.

"Barat itu ngga disitu kali! Mau apa ke barat? Mau nyari kitab suci?" Kataku sambil membatalkan resah dan menahan ketawa

"Boleh. Nanti kalo beneran ketemu. Kamu harus jadi yang paling pertama pegang kitabnya!"

Sebutmu seolah - olah benar ada kitab di sebelah barat yang menunggu untuk kita temukan.

Ya. Boleh saja tapi seperti biasa. harus selalu kamu yang mulai dulu. Nanti aku akan ngikut kamu. Selalu.

Sampai sama - sama kita bisa ketemu dengan kitab sucinya.

Siapa tau diujung barat nanti aku bisa denger kamu yang baca janjinya.

ya?

Ini semua dari hatiku,
Yang selalu aku kunci untuk mu.
Karena janji kita untuk terus menjadi sahabat.
Dan juga untuk janji yang telah kamu langgar.
Tapi kamu tetap temanku, namun aku sedang membutuhkan otak cerdasmu bukan perasaan dungumu.
Jangan di sesali ya jatuh cintanya?

Kalau boleh jatuh cinta padaku sekali lagi, Jatuh lah. Tapi jangan dekat - dekat ini. Aku belum siap - siap. Aku sedang sibuk menata diri. Mohon pahami aku sekali ini. Ya?

Kalau boleh jatuh cinta padaku sekali lagi, Jatuh lah. Tapi
Besok - besok deh.
Besok? Besok!

Alih - alih menjauhimu.
Aku sempat sakit hati melihatmu mendekat denganya, yang baru.
Yang gapernah kamu ceritain karena aku sedang sibuk - sibuknya berlayar menjauh dari pandanganmu.

Entah apakah karena
Aku tidak terima sahabatku direbut,
Atau aku memang takut
Kehilangan seseorang yang namanya seharusnya tidak aku pikirkan tiap sujud.

Ini giliranmu menjauh.
Biar aku yang tunggu kamu.
Ya?
Sampai jumpa lagi di semarang kota.

"Sudah ya, terimakasih sudah mau diganggu. Keretaku harus pergi" katamu sambil mencangking tasmu pergi.

"Gapapa kok. Kebetulan aku kesini mau liat kepergian orang yang sudah gabisa ganggu aku lagi!" terutama senyum mu.

Eits! Maaf aku genggam tanganmu, dan menyaut pandangamu.
"ini gantungan kunci, dijaga ya? Aku ga kasih. Aku pinjemin. Kalo kamu siap ketemu lagi. Balikin ini ke aku. Kita ketemu di warung penyetan favorit kamu" kataku.

dan hari ini aku baru mengetahui adanya distorsi waktu. bahwa 10 detik di genggamanmu ternyata adalah 10 tahun di duniaku.

Pertemuan adalah perpisahan yang sedang kita pause. Sejatinya semuanya adalah perpisahan. Itulah yang menjadikan kita manusia. Karena kita adalah hewan yang sadar akan datangnya perpisahan.

"Iyaaa.. terimakasih. keretaku harus pergi! Ya? Selamat jalan" katamu sambil menepuk kepalaku.

Kalau kita ada di stasiun ini lagi dan kamu berkata "keretaku harus pergi" aku harap keretanya saja yang harus pergi.
Kamu tinggal. Ya? Harus iya! Karena...

"Iya.. selamat jalan juga temanku!"

Aku diam - diam baru saja menaruh hati padamu.

Hari ini.
15 oktober 2019, di luar sana sedang ada 2 galaksi bertabrakan.
Mereka saling bertemu di sebuah stasiun, dan mungkin akhirnya sama - sama tidak ingin saling dipisah.

Hingga aku ingat,
Bukan aku yang punya kuasa.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lost in miles

__don't replay it please : gak ikut catering, ikut makan (di keroyok)__

____Akamichi potter and the half bolod prince_____