R A Kartini Jaman Sekarang




Siapa yang tidak kenal R.A. Kartini, seorang pahlawan nasional Indonesia, penggagas persamaan hak wanita terhadap pria (baca: emansipasi). Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas.

Pada surat-surat Kartini (yang kemudian dibukukan dan diberi judul Door Duisternis tot Licht yang artinya Habis Gelap Terbitlah Terang oleh Mr. J.H. Abendanon) tertulis pemikiran-pemikirannya tentang kondisi sosial saat itu, terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Sebagian besar surat-suratnya berisi keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan. Dia ingin wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar. Kartini menulis ide dan cita-citanya, seperti tertulis: Zelf-ontwikkeling dan Zelf-onderricht, Zelf- vertrouwen dan Zelf-werkzaamheid dan juga Solidariteit. Semua itu atas dasar Religieusiteit, Wijsheid en Schoonheid (yaitu Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan), ditambah dengan Humanitarianisme (peri kemanusiaan) dan Nasionalisme (cinta tanah air).

Kehidupan saat ini mungkin sudah seperti apa yang diharapkan Kartini, setiap wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar, asal sanggup membayar biaya pendidikan yang tidak murah

Wanita dikodratkan sebagai ibu, istri dan pendamping pria. Wanita yang mengandung, melahirkan, menyusui dan mendidik anak-anaknya. Kalau mereka bisa mengembangkan hal lain, itu adalah sebuah tambahan yang patut dipuji dan dihargai, tapi bila mereka meninggalkan kodrat mereka itu adalah sebuah kesalahan besar.

Seorang anak yang berprestasi pasti akan ditanya “siapakah orang tuamu?, bagaimana cara mereka mendidikmu hingga menjadi seperti ini?” Yah itulah yang ada di benak orang. Bukanlah semacam pertanyaan “Berapah orang tuamu memberi uang saku?” absolutely not like that! Orang pasti akan melihat lebih dulu siapa ibunya baru yang lain. Tidak salah ungkapan “baik buruknya suatu negara bisa dilihat dari wanitanya”.

Pada akhirnya orang akan melihat kualitas yang dimiliki daripada sebuah kata emansipasi kosong yang akan berujung pada kesalahurusan. Tidak salah wanita menuntut ilmu setinggi-tingginya, belajar apapun yang diinginkan, menjadi apapun yang dicita-citakan. tetapi kembali lagi pada kemampuan yang dimilikinya, apakah dia sanggup untuk menanggung beban berat profesioanlisme? Janganlah memaksakan sesuatu yang tidak dapat dilakukan seseorang dalam suatu pekerjaan daripada berakhir kehancuran, the right man on the right place in the right time.

Intinya, janganlah emansipasi dijadikan alasan yang tak terbantahkan untuk meninggalkan kewajiban seorang wanita dalam rumahtangga, emansipasi akan mejadi indah apabila dapat berjalan seiring dengan keharmonisan rumahtangga.

Andai Kartini hidup jaman sekarang, apakah dia akan tersenyum bahagia atau sedih?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

__don't replay it please : gak ikut catering, ikut makan (di keroyok)__

Lost in miles

____Akamichi potter and the half bolod prince_____