Going To Zero
Semua ini tentang segala sesuatu
yang gue alami dan jalani namun hanya berakhir sia – sia belaka. Seperti halnya
gue di salah satu restoran padang, gue pesen “bu, rendangnya satu”. Tapi ibu
padang ini tidak menghiraukan gue dan malah menghiraukan pelanggan lain yang
bahkan tidak pesen.
Jadi, ada beberapa hal yang
mungkin berakhir sia – sia seperti halnya lo udah usaha belajar rajin berdo’a
buat UNAS atau ujian lainya. Tapi waktu test lo nge-blank. Lo udah belajar semua bab mulai dari bab jangka sorong,
mikrometer sekrum, hukum newton sampe kepala lo ketiban beton. Lo udah berusaha
semaksimal mungkin, mempersiapkan semuanya dengan berbagai cara tapi saat test
lo mala drop.
Pernah gue suatu ketika waktu jam
pelajaran fisika, bu af (guru fisika gue) mengumumkan kalo lusa ada Ulangan
harian bab Fluida statis. Oke, gue heran. Perasaan bab gue masih di momentum
gaya kenapa kita disuruh blajar bab setelah momentum gaya. semua gue persiapkan
mulai dari hari itu sampai hari H dimana tepat ulangan fisika. Hari itu adalah
hari paling mengerikan dalam hidup gue. setelah jam istirahat selesai bel masuk
berbunyi, entah guru ini naik kendaraan apa begitu bel bunyi sudah ada di kelas
gue membawa tumpukan soal. Mengerikan.
Saat
bu af membagikan kertas soal gue deg – deg.an dan gue mulai berkata dalam hati
“soal apa ya yang keluar. Soal yang mana ya yang habis gue pelajarin, pake
rumus apa ya”. Dan ternyata yang keluar adalah soal momentum gaya. Oh oke.
Gue mencoba tenang dan berpikir
jernih, gue mengalih-alihkan fungsi dan pikiran otak gue ke hal yang positif,
gue diam sejenak dan berkata dalam hati. “dede kamu bisa momentum gaya ini
gampang kok dee, calm down”. Setidaknya itu yang ada di benak gue, kenyataanya
“OH FFAAAKKKK!!! Kenapa momentum gaya? Apa ini? Gaya apa ini? Gaya yang gimana
inii? Rumus? Persetan dengan rumus gue mau mampus. Tuhan ambil aku”.
Gue
beratanya ke temen sebangku gue “bro, bukanya harusnya ulanganya fluida statis?”.
Temen gue yang sedikit berbisik menjawab dengan santai “Bego lu, kan udah
dibilang bab yang baru momentum gaya. Kenapa lo malah belajar bab setelah
momentum gaya?”. Dengan bego gue menjawab “kayanya gue kerajinan, bro”.
Jujur, gue kaya orang bego di
kelas. Semua anak pada gesek – gesekin bolpen di kertas, mereka mulai
menggambar dan menulis seuatu. Sedangkan gue, si tampan dan gagah berani ini
dikelas hanya bisa diam sambil gesek – gesekin kepala. Enggak habis pikir. Saat
yang lain sibuk sendiri, gue juga sibuk sendiri dengan kebingunan gue. keringat
dingin mulai keluar, detak jantung mulai terasa sampai keleher, lalu iguana
kecil tiba – tiba keluar dari telinga gue. Yang lain mungkin gak sabar supaya
cepet selesai dan langsung di kumpulkan, sedangkan gue gak sabar supaya cepet
ke kamar mandi minum detol dan mandi dalam keadaan berbusa.
“Seorang
siswa SMA ditemukan tidak bernyawa di kamar mandi karena stress salah belajar.”.
Headline yang cukup keren saat pertama kali gue masuk koran nanti. Atau sepeerti
“stress salah belajar, minum detol tiap hari”. Hancur.
Semua yang dilakukan tergesah –
gesah penuh semangat juga belum tentu membawa hasil yang baik.
Menunggu datangnya pacar juga
gitu, kita udah lama pedekate. Ngasih kado ke dia waktu ulang tahun, jemput dia
waktu kehujanan, beliin dia makan di kantin sambil senyum – senyum. Akhirnya juga
percuma, direbut temen. Keren.
Iya gue sadar, harusnya semua yang
gue perbuat minimal bisa dikalikan 1. Misal (18 + 12) X 1 = 30 Setimpal dengan
apa yang gue perbuat, atau (18 + 12) x 2 = 60. Gak sesimpel mengalikan dengan 1
atau 2 lainya. Tapi hubungan ini sesimpel itu, hubungan ini serumit (40 +
) dan berakhir sesimpel mungkin (40 +
) X 0 = 0. Keren. (i think your brain
seems somplak).
Apa yang semua yang kita perjuangin kalo
hasilnya sia - sia juga bakal sia – sia buat kedepan?
Enggak bakal berakhir segampang
itu, hubungan serumit itu gak bakal gue kalikan dengan 0. Mungkin jika akhirnya
dikalikan dengan 0 maka hasilnya sama dengan 0. Setelah 0 lewat gue akan
menambahkan beberapa penjumlahan angka setelah bilangan 0 itu. 0 + 153 + 27 =
300. Itu 100 kali lipat lebih berarti dan berharga ketimbang angka 30 awal
tadi.
Mungkin
juga setelah ulangan itu gue lebih mendengarkan omongan guru gue dan gak sok –
sokan belajar bab yang belum diajarkan. Mungkin gue agak rendah diri sedikit
walaupun harga diri gue sudah rendah. Harusnya gue tanya “itu serius fluida
statis? Bukanya bab kita masih momentum gaya ya?”. Gak seperti “hala, gampang. Bab
fluida statis ini jagoan gue, semua anak pasti kaga belajar. Biarin aja dapet
nilai jelek. Fisika kan makanan gue tiap hari” contoh siang hari gak ada
makanan gue iseng makan katrol.
Soal ibu warung ini, jika kita
memintanya bahasa yang lebih halus dan ramah “Bu, permisi saya mau pesan
rendang satu” sambil menepuk pundak ibunya. atau gue harus ngasih kode sedikit
seperti pura – pura batuk “Uhuk, uhuk, Hoek. Bu pesen nasi rendang satu dong
tolong. Istri saya mau ngelahirin”. Kalo kedua cara itu gak bisa terpaksa kita
harus memperlakukan ibu itu sebagaimana mestinya. Contoh, Ambil meja dan langsung
lemparkan meja tersebut ke arah ibunya seketika. ibunya Cuma bilang “aw” lalu
beranjak pergi. (your brain seems very Somplak right now, go home)
Komentar
Posting Komentar